PKSMEDAN.com - Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP PKS Almuzzammil
Yusuf menilai dua tahun Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla perlu
banyak evaluasi terutama terhadap kebijakan politik, hukum, dan
keamanan. Oleh sebab itu, ia memiliki enam catatan dan saran konstruktif
untuk bidang tersebut.
Pertama,
kata dia, Pemerintahan Jokowi-JK telah mengintervensi terlalu jauh
urusan internal partai politik yang bersebrangan dengan pemerintah.
"Padahal
dalam UU Partai Politik, Kementerian Hukum dan HAM hanya menjalankan
keputusan pengadilan dengan menjalankan prosedur administrasi pengesahan
partai politik," kata Almuzzammil di gedung DPP PKS, Jl. TB.Simatupang,
Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2016)
Ia
memberikan contoh kasus konflik pergantian kepemimpinan di Golkar dan
PPP adalah tragedi politik di era Pemerintahan Jokowi-JK yang mengancam
iklim demokrasi di Indonesia. Dalam kasus ini, PKS menyarankan agar
Pemerintahan Jokowi-JK belajar dari Pemerintahan SBY yang lebih moderat
dan proporsional dalam menangani konflik internal partai, meskipun
bersebrangan dengan Pemerintah pada saat itu.
"Kedua,
pencabutan 3.143 peraturan daerah oleh Pemerintahan Jokowi-JK tanpa
kajian yang komprehensif, transparansi, pelibatan publik, dan koordinasi
yang baik dengan pemerintahan daerah. Pembatalan Perda tahun ini adalah
yang terbanyak untuk kurun waktu satu tahun berjalan. Perda yang
dibatalkan termasuk Perda pendidikan gratis seperti Perda Nomor 5 Tahun
2009 Kabupaten Sarolangun Jambi tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar
dan Menengah Gratis serta Perda Nomor 5 Tahun 2014 Kabupaten Kayong
Utara Kalimantan Barat tentang Pendidikan Gratis. Padahal sebelumnya
Kemendagri mengatakan Perda yang dicabut hanya Perda investasi,
retribusi, dan pajak," kata Almuzzammil.
Dalam
hal ini, kata dia, PKS menilai Pemerintahan Jokowi-JK kurang menghargai
Perda yang merupakan produk politik daerah yang memiliki konteks
kearifan lokal. Jika tidak hati-hati, pencabutan perda besar-besaran ini
mengancam otonomi masing-masing daerah dan merupakan wujud kegagalan
Pemerintahan Jokowi-JK dalam melakukan supervisi, pembinaan, dan
koordinasi dengan pemerintahan daerah. Saran kami kedepan, Pemerintahan
Jokowi-JK harus lebih hati-hati, mengkaji secara komprehensif dan
melibatkan publik, terutama akademisi/universitas dan LSM di daerah
sebelum mencabut perda.
"Ketiga,
Presiden Jokowi menggunakan hak prerogatif mengangkat pejabat negara
secara tidak cermat dan inkonsisten. Publik mempertanyakan pengangkatan
menteri ESDM yang memiliki kewarganegaraan ganda, pemilihan Jaksa Agung
dari unsur partai, dan masuknya menteri dari anggota koalisi baru
pemerintahan," katanya.
Kedepan,
sarannya, Pemerintahan Jokowi-JK seharusnya konsisten memilih pejabat
negara yang dibutuhkan masyarakat, berintegritas, berkompeten, dan tidak
memiliki konflik kepentingan. Hal ini penting untuk menjaga marwah
pemerintahan dan NKRI.
"Keempat,
Presiden Jokowi telah bersikap pasif terhadap perbuatan penistaan agama
yang dilakukan oleh Gubernur DKI yang mengancam Pancasila, sila
Ketuhananan yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia. Sikap diam dan
pembiaran Presiden telah membangun interpretasi publik, terutama umat
Islam bahwa Presiden melindungi arogansi dan perbuatan penistaan
terhadap ayat suci Al Quran yang dilakukan oleh Gubernur DKI. Ada kesan
Presiden telah mencontohkan kepada warga negara, “salah benar teman
harus dibela dan dilindungi”," ujarnya.
Dengan
sikap kenegarawanan, saran dia, Presiden Jokowi seharusnya menyampaikan
posisi sikap tegas sebagai Kepala Negara bahwa siapapun penista agama,
pemecah persatuan bangsa harus diproses secara hukum meskipun dalam
proses pemilihan kepala daerah. Kami berharap Presiden lebih aktif dan
secara terbuka meminta Kapolri untuk memproses secara hukum karena
negara Indonesia adalah negara hukum. Pasifnya Presiden dalam kasus ini
bernilai negatif bagi publik, terutama umat Islam. Sikap tegas dan
keberpihakan Presiden terhadap kebenaran dan hukum ini sangat penting
untuk menjaga keutuan bangsa Indonesia.
"Kelima,
paket kebijakan hukum Pemerintahan Jokowi harus segera disusun dan
dilaksanakan karena indeks rule of law Indonesia peringkat 52 dan indeks
persepsi korupsi pada urutan 88. Kami mempertanyakan realisasi Nawacita
Presiden Jokowi No.4 yang menyebutkan menolak negara lemah dengan
melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat dan terpercaya," ujarnya.
Menurutnya,
ada 5 hal penting yang harus diperhatikan dalam paket kebijakan hukum
Pemerintahan Jokowi-JK diantaranya adalah : (1) adanya konsistensi dan
kepastian hukum bagi semua, (2) aparat penegak hukum yang bersih dan
profesional, (3) tidak adanya intervensi terhadap penegakan hukum, (4)
adanya peningkatan pelayanan publik, dan (5) adanya keteladan pejabat
publik dalam melaksanakan putusan hukum. Jika ini tidak diperhatikan
maka jangan berharap akan terjadi perbaikan budaya hukum di Indonesia.
Keenam (6),
lanjut dia, Pemerintahan Jokowi-JK telah mengancam independensi dan
kebebasan pers dengan memblokir beberapa media online Islam tanpa
ketelitian, klarifikasi, dan transparansi.* Diantaranya arrahmah.com, hidayatullah.com, dakwatuna.com, eramuslim.com, kiblat.net dan media online Islam lainnya. Cara-cara seperti ini mengingatkan kita kembali ke rezim Orde Baru yang refresif dan otoriter.
"Seharusnya
Pemerintah memberikan peringatan dan mengundang para pengelola website
dan berdialog sebelum diblokir. Tidak serta merta merekomendasikan
pemblokiran tanpa tolok ukur yang jelas. Selain itu perlu melibatkan
para ahli, tokoh agama, ormas Islam serta MUI untuk mengetahui apakah
konten dalam website itu menyimpang atau tidak dalam ajaran Islam.
Jangan sampai, media yang menyampaikan ayat alquran dan sunah, mengecam
kebiadaban Israel dan Barat dianggap radikal. Jika demikian, kedepan
eksistensi media informasi dan pendidikan Islam terancam rezim
Pemerintahan Jokowi yang menggunakan pasal karet untuk mengebiri umat
Islam," ungkap Almuzzammil.
Evaluasi tersebut ia sampaikan sebagai oposisi loyal, di luar Pemerintahan.
"Semoga
bermanfaat untuk perbaikan politik, hukum, dan keamanan Indonesia di
masa yang akan datang," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu.[pks.id]
0 Response to "Ini Enam Catatan Evaluasi Bidang Polhukam PKS Terhadap Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK "
Posting Komentar