PKSMEDAN.com - Di
saat kasus penelantaran anak di Cibubur, Bekasi marak diberitakan,
kasus lain yang mengerikan dan juga melibatkan anak terjadi di Sumbawa
Barat, dimana seorang anak usia 12 tahun mensodomi dan membunuh bocah
usia 6 tahun.
Lewat penelusuran penyidikan polisi sebagaimana dikutip oleh beberapa media disebutkan bahwa pelaku telah dikeluarkan dari sekolah tahun lalu karena kasus pelecehan pada teman sekolah dan sehari-hari hanya tinggal bersama ayahnya. Praktis setiap kali ayahnya bekerja sang anak hanya mengurus dirinya sendiri dan akrab dengan aneka perangkat multimedia, TV kabel serta internet yang disediakan orangtuanya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan sangat mendalam terhadap kasus ini. Dengan lugas, Ledia menyebutkan peristiwa ini bukan semata perkara pidana namun juga masuk ranah penelantaran anak.
“Ini adalah situasi yang rumit dan saling berkait. Di satu sisi ada persoalan tindak kriminal kekerasan seksual dan pembunuhan. Di sisi lain ini melibatkan persoalan penelantaran anak dan paparan pornografi. Sebab, si anak yang dibiarkan tanpa pengawasan orangtua ternyata sudah terbiasa mengakses situs-situs porno dalam kesehariannya,” ujarnya Ledia saat ditemui di kantornya, Gedung DPR RI, Kamis (21/5).
Anggota Legegislatif (Aleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengingatkan bahwa penelantaran anak tak harus terjadi dari mereka yang tidak mampu dan hidup terpisah dari anak.
“Kejadian di Bekasi dan Sumbawa ini menunjukkan bahwa orangtua anak-anak ini cukup mampu, dan tinggal dengan anak, tetapi kalau kita mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana anak nyatanya tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosialnya. Seperti misalnya saja tidak cukup pengawasan pada anak, membiarkan anak mengurus dirinya sendiri hingga membiarkan anak mengakses tayangan atau situs kekerasan dan porno, maka orangtua sudah masuk kategori menelantarkan anak,” paparnya.
Berkaca dari kasus-kasus ini Ledia menunjukkan bahwa persoalan rapuhnya ketahanan keluarga menjadi salah satu sumber ancaman bagi keselamatan anak, baik keselamatan secara fisik, emosi, mental, maupun spiritual.
“Keluarga sebagai basis pertama dan utama pengasuhan dan perawatan anak untuk tumbuh kembang yang sempurna harus kembali dikuatkan fungsinya. Kesadaran pada orangtua dan calon orangtua tentang fungsi dan peran keluarga perlu kembali digiatkan. Sebab keluarga yang mampu menjadi lingkungan terbaik bagi tumbuh kembang fisik, emosi, mental, dan spiritual anak akan menjadi fondasi lahirnya masyarakat dan negara yang sehat, sejahtera, dan maju,” terangnya.
Untuk itu, Aleg dari daerah pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi ini meminta pemerintah melalui kementrian dan lembaga terkait lebih aktif dan intensif mendorong program-program penguatan ketahanan keluarga dan menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti tokoh masyarakat, ormas, LSM, lembaga sosial termasuk jajaran kelurahan, RW, dan RT.
“Selama ini program ketahanan keluarga seperti yang dikeluarkan dari Kementerian Sosial, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), PKK, Posyandu, lebih banyak mengacu pada penguatan jasmani seperti program gizi dan peningkatan kesehatan, padahal penguatan sisi emosi, mental, dan spiritual juga sangat penting. Karenanya perlu dibuat berbagai terobosan program untuk memenuhi kebutuhan ini semua” lanjutnya.
Sementara di DPR sendiri Ledia menyebutkan bahwa dirinya dan kawan-kawan tengah mewacanakan kehadiran RUU Ketahanan Keluarga, untuk memberikan satu bentuk arahan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Indonesia dalam mewujudkan keluarga-keluarga Indonesia yang sehat jasmani, emosi, mental, dan spiritual.
“Belum dimajukan pada masa sidang tahun ini, tapi bisa jadi pada tahun yang akan datang,” pungkasnya.
Lewat penelusuran penyidikan polisi sebagaimana dikutip oleh beberapa media disebutkan bahwa pelaku telah dikeluarkan dari sekolah tahun lalu karena kasus pelecehan pada teman sekolah dan sehari-hari hanya tinggal bersama ayahnya. Praktis setiap kali ayahnya bekerja sang anak hanya mengurus dirinya sendiri dan akrab dengan aneka perangkat multimedia, TV kabel serta internet yang disediakan orangtuanya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan sangat mendalam terhadap kasus ini. Dengan lugas, Ledia menyebutkan peristiwa ini bukan semata perkara pidana namun juga masuk ranah penelantaran anak.
“Ini adalah situasi yang rumit dan saling berkait. Di satu sisi ada persoalan tindak kriminal kekerasan seksual dan pembunuhan. Di sisi lain ini melibatkan persoalan penelantaran anak dan paparan pornografi. Sebab, si anak yang dibiarkan tanpa pengawasan orangtua ternyata sudah terbiasa mengakses situs-situs porno dalam kesehariannya,” ujarnya Ledia saat ditemui di kantornya, Gedung DPR RI, Kamis (21/5).
Anggota Legegislatif (Aleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengingatkan bahwa penelantaran anak tak harus terjadi dari mereka yang tidak mampu dan hidup terpisah dari anak.
“Kejadian di Bekasi dan Sumbawa ini menunjukkan bahwa orangtua anak-anak ini cukup mampu, dan tinggal dengan anak, tetapi kalau kita mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana anak nyatanya tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosialnya. Seperti misalnya saja tidak cukup pengawasan pada anak, membiarkan anak mengurus dirinya sendiri hingga membiarkan anak mengakses tayangan atau situs kekerasan dan porno, maka orangtua sudah masuk kategori menelantarkan anak,” paparnya.
Berkaca dari kasus-kasus ini Ledia menunjukkan bahwa persoalan rapuhnya ketahanan keluarga menjadi salah satu sumber ancaman bagi keselamatan anak, baik keselamatan secara fisik, emosi, mental, maupun spiritual.
“Keluarga sebagai basis pertama dan utama pengasuhan dan perawatan anak untuk tumbuh kembang yang sempurna harus kembali dikuatkan fungsinya. Kesadaran pada orangtua dan calon orangtua tentang fungsi dan peran keluarga perlu kembali digiatkan. Sebab keluarga yang mampu menjadi lingkungan terbaik bagi tumbuh kembang fisik, emosi, mental, dan spiritual anak akan menjadi fondasi lahirnya masyarakat dan negara yang sehat, sejahtera, dan maju,” terangnya.
Untuk itu, Aleg dari daerah pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi ini meminta pemerintah melalui kementrian dan lembaga terkait lebih aktif dan intensif mendorong program-program penguatan ketahanan keluarga dan menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti tokoh masyarakat, ormas, LSM, lembaga sosial termasuk jajaran kelurahan, RW, dan RT.
“Selama ini program ketahanan keluarga seperti yang dikeluarkan dari Kementerian Sosial, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), PKK, Posyandu, lebih banyak mengacu pada penguatan jasmani seperti program gizi dan peningkatan kesehatan, padahal penguatan sisi emosi, mental, dan spiritual juga sangat penting. Karenanya perlu dibuat berbagai terobosan program untuk memenuhi kebutuhan ini semua” lanjutnya.
Sementara di DPR sendiri Ledia menyebutkan bahwa dirinya dan kawan-kawan tengah mewacanakan kehadiran RUU Ketahanan Keluarga, untuk memberikan satu bentuk arahan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Indonesia dalam mewujudkan keluarga-keluarga Indonesia yang sehat jasmani, emosi, mental, dan spiritual.
“Belum dimajukan pada masa sidang tahun ini, tapi bisa jadi pada tahun yang akan datang,” pungkasnya.
0 Response to "Perkuat Ketahanan Keluarga Demi Perlindungan Anak"
Posting Komentar