Semua Boleh Gabung PKS @ PKS Muda

PKS MEDAN - Pada fase awal, dakwah itu didasarkan pada pilihan dai. Rasulullah berdakwah kepada orang – orang tertentu saja, seperti kepada keluarganya, shahabat dekatnya, orang yang tertarik masuk islam dll. Dakwah kepada mereka umumnya berlangsung dengan efektif, tidak membutuhkan biaya, tidak menyita waktu, tidak perlu perdebatan dll. Keran dakwah baru dibuka lebar – lebar, kepada siapa saja dan kepada semua orang, terjadi setelah peristiwa dibukit shafa.

Sebagai partai kader, PKS mengalami situasi yang kurang lebih sama. Pada fase awak, seruan untuk bergabung dan memilih PKS ditujukan kepada orang – orang tertentu saja. Seperti kepada jama’ah pengajian, remaja masjid, aktivis sosial, relawan kemanusiaan, kalangan profesional dll. Mengajak mereka itu efektif, karena tidak menyita waktu, tidak menguras biaya, citra positifnya terjaga dll. Masalahnya, jumlah mereka terbatas. Alhasil, PKS tidak kunjung menjadi partai besar dan menjadi pemenang pemilu.

Jika ingin besar, maka seruan untuk memilih dan bergabung dengan PKS harus ditujukan kepada semua orang. Deklarasi PKS sebagai partai terbuka lebih diwarnai oleh sejumlah perdebatan konseptual diinternal, seperti halnya polemik bergabungnya nonmuslim kedalam PKS.  Namun disisi lain, belum banyak gerakan nyata untuk merekrut segmen pasar dan komunitas yang secara tradisional tidak identik dengan PKS. Misalnya, segmen islam abangan, pecinta dangdut, anak nongkrong, musisi jalanan dll.

Dari segi kuantitas, sangat besar. Dari segi potensi, mereka bahkan bisa direkrut menjadi tenaga pemasaran. Dari segi keyakinan, mereka masih satu akidah. Selama ini, mereka lebih banyak dieksploitasi secara politis dan digerakkan secara pragmatis oleh partai – partai tertentu. Mendekati mereka memang membutuhkan perjuangan besar, dari biaya, waktu hingga citra partai. Namun, ini adalah langkah yang harus ditempuh jika kita ingin menjadi partai besar dan memenangkan pemilu.

Dulu, pernah ada penelitian bahwa tingkat religiusitas seseorng memiliki pengaruh terhadap preferensi politik. Misalnya, (1) orang yang jarang ke masjid, biasanya akan memilih partai “A”, (2) orang yang rajin berjama’ah, cenderung akan memilih partai “B”, (3) orang yang menjadikan islam sebagai ideologi umumnya akan memilih partai “C”, dll. Sebagai hasil penelitian ilmiah, analisa tersebut tentu kita hargai. Kita pun tidak memungkiri bahwa analisa tersebut masih relevan untuk memotret kondisi kepartaian di Indonesia.

Namun, kami sungguh berharap agar analisa seperti itu tidak mengerangkeng pergerakan PKS dilapangan. Untuk level kader, muwashafat harus tetap dijaga secara ketat. Tapi untuk barisan massa dan pendukung, semua bisa bergabung dan memilih PKS tanpa ada batasan apapun. Tak peduli siapapun anda dan apapun hobimu. [*]

*Ust Eko Jun

Tweet

Subscribe to receive free email updates: