PKSMEDAN.com - Ketua Kelompok Komisi III (Kapoksi III)
Fraksi PKS DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi memberikan catatan khusus terkait
penegakan hukum di Pemerintahan Jokowi-JK selama tahun 2016. Catatan tersebut
terkait dengan Isu Keadilan (equality
before the law), kelebihan muatan (over
capacity) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) HAM, Darurat Narkoba, dan
Keamanan.
“Akhir tahun seperti ini sebaiknya kita melakukan evaluasi
atas capaian 2016, untuk perbaikan 2017,” jelas Aboe sebagaimana dikutip dari
akun @aboebakar15 di twitter, Selasa (27/12).
Dalam catatan Aboe, terkait isu Keadilan, masih banyak
persoalan yang masih mengundang pertanyaan publik. Beberapa contoh, misalnya,
kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Bunyani, Ranu Muda, Siyono, Dahlan Iskan,
dan sebagainya.
Khusus kasus Penistaan Agama yang dilakukan Ahok, Aboe
menilai hal itu akan menjadi tantangan bagi penegakan hukum dalam mengelola
kepercayaan publik. Oleh karena, meskipun terjadi dugaan penistaan agama,
menurut Aboe, Umat Islam tetap melakukan aksi damai yang tercermin dalam Aksi
411 dan 212
“Selain itu, aksi 411 dan 212 menunjukkan komitmen
masyarakat dalam menjalankan negara hukum dan melakukan eigenrichting. Aksi 411
dan 212 menunjukkan kualitas peradaban kita dalam penegakan hukum, meski
agamanya dinista mereka membuat aksi damai,” jelas Aboe.
Dalam hal over capacity Lapas, Aboe menilai persoalan tersebut
masih menjadi persoalan laten Kementerian Hukum dan HAM.
“Mengurai over capacity
lapas masih menjadi pekerjaan Kemenkumham di 2017, perlu kerja keras untuk
itu,” jelas politisi dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan ini.
Secara khusus dan mendalam, Aboe juga menekankan soal
pemberantasan narkoba yang sudah masuk dalam level darurat. Menurut info dari
BNN, setidaknya ada 50 orang tewas tiap hari akibat narkoba. Selain itu, telah
ada 15 ribu generasi muda yang tewas karena narkoba.
“Di Dapil saya sendiri di Kalsel merupakan peringkat 1
se-Kalimantan dan 5 nasional soal bahaya narkoba,” jelas Aboe.
Meskipun demikian, Aboe mengapresiasi kinerja BNN dalam
pemberantasan narkoba. Menurut Aboe, telah ada peningkatan kinerja
pemberantasan narkoba, baik secara kualitas maupun kuantitas.
“Di tangan Pak Budi Waseso, BNN mampu membongkar jaringan
internasional, banyak jalur peredaran narkoba dihancurkan. Seolah tak kompromi,
bila ada pejabat ataupun oknum yang terlibat, jajaran BNN langsung sikat habis,”
tegas Aboe.
Aboe mencontohkan, di Dapil Kalimantan Selatan, pada
pertengahan tahun 2016, BNN melakukan penghadangan 11 juta butir narkoba plus 4
ribu pil Dextro di pelabuhan. Bahkan,
menurut catatan Aboe, di Kalimantan Selatan lebih dari 1.240 kasus telah
diungkap sepanjang tahun 2016 ini.
“BNN juga membongkar berbagai modus baru masuknya narkoba ke
Indonesia, salah satunya yang diselundupkan lewat tiang pancang beton, kantung
teh, dan sintesis. Dengan demikian, BNN ke depan harus antisipasi serangan
narkoba sebagai bentuk proxy war yang terbesar datang dari China, khususnya
kepada anak-anak yang telah terjadi 4 kasus narkoba kepada anak TK. Ini adalah
ancaman mendatang,” tegas Aboe.
Oleh karena itu, Aboe mendukung segala upaya yang dilakukan
BNN dalam melakukan perang terhadap narkoba. Kepemimpinan Budi Waseso sebagai
Kepala BNN yang tegas dan berani sangat dibutuhkan.
“Ke depan, perlu sinergi antar aparat penegak hukum secara
optimal, setidaknya BNN dan kepolisian dalam penindakan. BNN juga perlu
meningkatkan kerjasama dengan pengamanan bandara (aviation security) untuk menangkal masuknya narkoba,” pinta Aboe.
Dari sisi Penegakan HAM, Aboe menilai masih memiliki banyak
catatan bahkan menuju pada ketimpangan. Catatan terkait HAM tersebut, khususnya
terkait pada pelaksanaan ibadah.
“Selalu muncul ‘Hormati yang tidak puasa’, anehnya gak ada ‘hormati
yang tidak natalan”, akibatanya ada dipaksa topi bersanta. Lebih aneh lagi, ada
yang menyoal fatwa MUI soal atribut natal, padahal fatwa hanya untuk Umat Islam,”
papar Aboe.
Aboe juga menyoroti, soal kasus pembakaran masjid yang
terjadi di Tolikara, Papua, dimana pembakar masjid tersebut malah diundang
makan siang di istana negara.
“Oleh karena itu, perlindungan beribadah harus diberikan
kepada semua, termasuk Umat Islam,” jelas Aboe.
HAM dalam konteks kebebasan berpendapat dan kemerdekaan
pers, juga menjadi sorotan Aboe. Menurut Aboe, penangkapan pes yang sedang
menjalankan tugas jurnalistik adalah kemunduran demokrasi dan HAM.
“Ke depan, perlindungan media dan kebebasan berpendapat
harus dilindungi dengan baik, ini adalah hak asasi dan pilar demokrasi. Perlindungan
HAM juga tidak melihat kelompok minoritas ataupun mayoritas, tapi pada sisi
perlindungan haknya sebagai warga negara,” nilai Aboe.
Terakhir, Aboe
menyoroti soal isu Keamanan. Menurut Aboe, ancaman keamanan paling serius
terjadi saat ditemukannya tanaman cabai yang mengandung bakteri berbahaya di
Bogor yang ditanam oleh WNA asal China. Selain akan merugikan negara senilai 47
Triliun, juga akan dapat membuat Indonesia ketergantungan impor Cabai dari luar
negeri.
“Ini adalah ancaman keamanan luar biasa. Aparat perlu
menindak serius persoalan ini, karena berkaitan dengan keamanan nasional,”
tegas Aboe.
Persoalan maraknya TKA, baik yang legal maupun yang ilegal
dari China pun tak lepas dari sorotan. Aboe menegaskan maraknya gelombang TKA
asal China tersebut meresahkan keamanan negara.
“Tahun depan, Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing (Tim
PORA) harus memperketat pengawasan yang dilakukan terhadap orang asing, baik TKA
maupun imigran gelap,” jelas Aboe.
Dengan demikian, secara umum, Aboe menilai penyelenggaraan
keamanan oleh Kepolisian sudah cukup bagus. Tantangan tahun 2017 harus
ditingkatkan kembali, momen Pilkada serentak 2017 harus dapat diantisipasi
dengan baik. [pks.id]
0 Response to "Ini Catatan FPKS Soal Penegakan Hukum 2016"
Posting Komentar