PKSMEDAN.com - Setelah melewati proses pembahasan yang panjang, akhirnya
RUU tentang Revisi terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Elekronik (RUU ITE) telah disahkan pada Rapat Paripurna Masa Sidang I Tahun
Sidang 2016-2017, hari ini Kamis (27/10) di Senayan, Jakarta.
Menanggapi itu, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Sukamta menyatakan pesatnya kemajuan teknologi informasi berdampak bagi berkembangnya dunia informasi dan transaksi elektronik.
“Sehingga, dunia ITE telah menjadi corong dalam menyalurkan salah satu Hak Asasi Manusia, yaitu hak menyatakan pendapat. Dan seperti biasanya, sebuah kemajuan yang pesat selalu memiliki konsekuensi, baik yang positif maupun yang buruk,”
jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/10).
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan bahwa saat ini masyarakat dapat menyatakan
pendapatnya secara bebas. Namun, tegas Sukamta, kebebasan ini terbatasi oleh
kepentingan orang lain. Ketika masyarakat menyuarakan sesuatu yang dianggap
menghina atau mencemarkan nama baik seseorng, maka ia berpotensi terkena
ancaman sanksi UU ITE.
“Yang menjadi persoalan adalah pasal soal pencemaran nama baik ini sangat
berpotensi disalahgunakan yang menyebabkan banyak pemilik akun di dunia maya (netizen)
menjadi korban, seperti yang sudah terjadi sebelum ini. Hal ini lah yang
kemudian menjadi salah satu faktor pendorong perlunya UU ITE kita revisi,”
jelas Sukamta.
Selain itu, lanjut Sukamta, banyak isu
penting yang menjadi topik hangat dalam setiap pembahasan di rapat panitia
kerja (Panja), seperti misalnyaterkait dengan
persoalan kerahasiaan data pribadi, intersepsi (penyadapan), pemutusan akses (pemblokiran) terhadap konten ilegal, proses pemeriksaan dari mulai
penyidikan, penggeledahan, penahanan dan penangkapan, serta ancaman sanksi pidana yang dinilai terlalu
berat dibandingkan dengan ancaman sanksi yang diatur dalam KUHP.
“Menyikapi dinamika pembahasan soal topik-topik tersebut, Sekretaris Fraksi
PKS ini menegaskan bahwa sikap Frkasi PKS adalah sebagai berikut,” papar
Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Yogyakarta ini.
Pertama, keamanan
data pribadi merupakan hal yang penting sebagaimana termaktub dalam Pasal 26
Perubahan UU ini. Antisipasi terhadap kebocoran data pribadi yang tidak
dikehendaki oleh seseorang mutlak untuk dilakukan. Hal ini merupakan bentuk
perlindungan negara terhadap hak-hak pribadi warga negaranya
Kedua, mendorong agar penerapan Pasal 27 ayat 3 dalam Perubahan Undang-Undang ini,
tentang pencemaran nama baik, agar dilakukan dengan cermat, hati-hati dan profesional oleh
aparat penegak hukum.
Sehingga, hak menyatakan pendapat oleh masyarakat, tidak terganggu sedikit pun, sekaligus juga masyarakat
terlindungi dari pendapat, berita atau opini yang berpotensi mencemarkan nama
baik individu atau institusi.
Sanksi Pidana yang dikurangi dari maksimal 6 tahun penjara menjadi maksimal
4 tahun penjara menyebabkan pencemaran nama baik menjadi tindak pidana ringan.
Karena dengan begitu para pemilik akun dunia maya (netizen) yang dilaporkan
atau diaduka, telah melakukan pencemaran
nama baik, tidak langsung ditahan sampai pengadilan memutuskan.
“Semoga hal ini dapat meringankan masyarakat,” papar Sukamta
Ketiga, intersepsi
(penyadapan) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus diatur dalam Undang-Undang yang khusus beserta pengaturan
teknisnya yang menjunjung tinggi prinsip taat asas, prosedural, Hak Asasi Manusia (HAM) dan good
governance.
“Selain itu, hal ini juga merupakan amanat Mahkamah
Konstitusi melalui putusan nomor 5/PUU-VIII/2010. Sehingga intersepsi
memiliki acuan yang seragam meskipun lembaga-lembaga tertentu seperti BIN,
Polri, KPK memiliki hak menyadap secara khusus,” nilai Sukamta.
Keempat, Gerakan Internet Sehat harus kembali digalakkn. Oleh karena itu, pemutusan akses terhadap konten ilegal menjadi sangat
penting. Akan tetapi para pemangku kebijakan, harus secara cermat menentukan indikator konten yang disebut ilegal
dan secara masif disosialisasikan kepada masyarakat.
“Sehingga masyarakat mampu mengenali mana konten yang
sehat dan mana yang tidak,” jelas Sukamta.
Kelima, penyidikan,
penggeledahan, penahanan, penyitaan maupun penangkapan harus sesuai dengan
proses pemeriksaan yang diatur oleh KUHAP. Hal ini untuk memberikan kejelasan
prosedur bagi para penyidik sekaligus menjamin hak-hak hukum terhadap terduga/ tersangka.
“Kami sudah berusaha maksimal untuk memberi jalan tengah terbaik bagi
masyarakat dan bangsa dengan melakukan perubahan dalam UU ITE ini. Semoga hal
ini bermanfaat untuk kemajuan masyarakat dan bangsa” harap Doktor dari
universitas di Inggris ini. [pks.id]
0 Response to "Ini Sikap FPKS DPR RI Terhadap Pengesahan Revisi UU ITE di Rapat Paripurna"
Posting Komentar