JAKARTA (25/3) -
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq mengingatkan, kelompok separatisme
di Indonesia lebih berbahaya ketimbang kelompok terorisme. Karena itu,
Kepolisian dan TNI semestinya lebih fokus ke penindakan kelompok yang
mengancam kesatuan NKRI itu.
Politisi dari PKS itu mengatakan, isu soal keberadaan terorisme di Indonesia adalah buatan. Jika pun ada, keberadaannya tak akan pernah bisa besar. Sebab, pola rekrutmen kelompok terorisme di Indonesia pendekatannya adalah idiologi.
"Terorisme di Indonesia ini, tak akan bisa berkembang. Gerakannya pun tidak masif dan tidak mengancam NKRI. Berbeda dengan separatisme," kata dia di Jakarta, Selasa (24/3).
Separatisme, kata dia, berpotensi mengancam NKRI. Sebab, isu utama kelompok ini adalah penguasaan sumber daya alam dan ekonomi di wilayah Indonesia yang tak imbang.
Dikatakan Mahfudz, di Aceh dalam kunjungan kerja Komisi I beberapa waktu lalu banyak memberikan realitas masih adanya mental pemerintahan lokal, yang merasa bukan bagian dari NKRI. Mahfuz mencontohkan, bagi pejabat pemerintah di Aceh, selalu ada dikotomi terminologi antara Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Indonesia.
"Dua istilah itu selalu digunakan pejabat-pejabat dan masyarakat. Mereka selalu mengatakan, Pemerintahan Kami (Aceh) dan Pemerintahan Indonesia," ujar Mahfudz. Menurut dia, memberikan dua pemisahan pada ungkapan pemerintahan yang sama punya potensi menimbulkan reaksi politik berbeda.
Selain Aceh, pemerintah luput dengan langgengnya kampanye Melanesian Spearhead Group (MSG). Kelompok internasional tersebut memasukkan isu Papua dalam bersatunya negara-negara yang memiliki ras melanisia. Provinsi Papua yang masyarakat Melanisia terbesar di dunia punya sumber daya alam yang melimpah. Namun, dikuasai Amerika Serikat (AS).
Untuk diketahui, kelompok MSG adalah Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Fiji, dan nega-ranegara kecil di Pasifik.
(sumber: http://parlemenews.com)
Politisi dari PKS itu mengatakan, isu soal keberadaan terorisme di Indonesia adalah buatan. Jika pun ada, keberadaannya tak akan pernah bisa besar. Sebab, pola rekrutmen kelompok terorisme di Indonesia pendekatannya adalah idiologi.
"Terorisme di Indonesia ini, tak akan bisa berkembang. Gerakannya pun tidak masif dan tidak mengancam NKRI. Berbeda dengan separatisme," kata dia di Jakarta, Selasa (24/3).
Separatisme, kata dia, berpotensi mengancam NKRI. Sebab, isu utama kelompok ini adalah penguasaan sumber daya alam dan ekonomi di wilayah Indonesia yang tak imbang.
Dikatakan Mahfudz, di Aceh dalam kunjungan kerja Komisi I beberapa waktu lalu banyak memberikan realitas masih adanya mental pemerintahan lokal, yang merasa bukan bagian dari NKRI. Mahfuz mencontohkan, bagi pejabat pemerintah di Aceh, selalu ada dikotomi terminologi antara Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Indonesia.
"Dua istilah itu selalu digunakan pejabat-pejabat dan masyarakat. Mereka selalu mengatakan, Pemerintahan Kami (Aceh) dan Pemerintahan Indonesia," ujar Mahfudz. Menurut dia, memberikan dua pemisahan pada ungkapan pemerintahan yang sama punya potensi menimbulkan reaksi politik berbeda.
Selain Aceh, pemerintah luput dengan langgengnya kampanye Melanesian Spearhead Group (MSG). Kelompok internasional tersebut memasukkan isu Papua dalam bersatunya negara-negara yang memiliki ras melanisia. Provinsi Papua yang masyarakat Melanisia terbesar di dunia punya sumber daya alam yang melimpah. Namun, dikuasai Amerika Serikat (AS).
Untuk diketahui, kelompok MSG adalah Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Fiji, dan nega-ranegara kecil di Pasifik.
(sumber: http://parlemenews.com)
0 Response to "Separatisme Indonesia Lebih Berbahaya dari Terorisme"
Posting Komentar