JAKARTA (9/3) - Penundaan
eksekusi mati para bandar narkoba, khususnya dua Bali Nine Andrew dan Myuran
yang merupakan warga negara Australia, dinilai menunjukkan lemahnya kekuatan
diplomasi Indonesia. Penundaan itu dinilai sebagai indikasi Indonesia dalam
tekanan pemerintah Australia yang masif.
Menurut Anggota Komisi
Hukum DPR dari Fraksi PKS Aboebakar Al-Habsyi, penundaan eksekusi mati akan
membawa dampak buruk pada pemberian efek jera. Para pengedar tidak akan takut
lagi dengan ancaman hukuman mati karena semua masih bisa ditunda-tunda.
"Sedangkan dampak
narkoba terus berjalan, setiap harinya sekitar 50 orang mati karena narkoba.
Menunda eksekusi mati mereka sehari, sama saja kita mentolelir kematian 50
orang yang terpapar dampak narkoba," kata Aboebakar, Senin (9/3).
Belajar dari kasus
Mustofa ataupun Freddy Budiman yang setelah divonis mati masih juga bermain
dengan narkoba, kata Aboebakar, menunjukkan perlunya untuk segera melakukan
eksekusi agar mereka tidak bertransaksi lagi.
Dia
menyayangkan apabila
alasan penundaan eksekusi mati Andrew dan Myuran adalah karena masih
adanya
proses hukum yang diajukan oleh para terpidana mati. Hal itu menunjukkan
bahwa Jaksa Agung kurang cermat dalam melakukan proses finalisasi
administrasi dari
para terpidana.
"Seharusnya, daftar nama yang masuk dalam rencana
eksekusi adalah para napi yang sudah memiliki kekuatan hukum mengikat atau incracht. Jika proses hukum masih diajukan oleh seorang
napi, seharusnya mereka tidak dimasukkan dalam rencana eksekusi," ujarnya.
Sumber: http://www.beritasatu.com
0 Response to "Penundaan Eksekusi Mati Tunjukkan Diplomasi Indonesia Lemah "
Posting Komentar