Mereposisi Umat Melalui Implementasi Ekonomi Syariah

Mereposisi-Umat-Melalui-Ekonomi-Syariah
Oleh : Surtiana Nitisumantri

Kamis sore itu, sekitar 25 tahun yang lalu, Mang Karta nampak kecapean, setelah seharian mengayuh becaknya, sambil ia istiqomah menjalankan ibadah shaum sunat Senin-Kamis meneladani shaumnya Rasululloh Saw. Keistiqomahan Mang Karta dalam beribadah tersebut, patut mendapat apresiasi dari kita.

Meskipun berada dalam serba keterbatasan, ia tetap saja taat dan disiplin shalat berjamaah di mesjid, serta belum pernah meninggalkan shaum sunat Senin-Kamis dan sholat tahajjud setiap malam. Waktu shalat Maghrib, kami pengurus masjid sengaja menyiapkan hidangan untuk berbuka bersama Mang Karta. Suasana cukup kondusif karena kami semua punya waktu berbincang-bincang lebih lanjut pasca shalat Maghrib dan tadarus.

Mang Karta kami minta untuk bercerita pengalaman hidupnya, tidak begitu lama iapun menceritakan pengalaman mengayuh becaknya yang sudah ia tekuni selama 15 tahun.

Pa Sumantri : “Mang sudah lama mengayuh becaknya?”
Mang Karta    : “Sudah Pak ya kira-kira 15 tahunan lah”
Pa Sumantri    : “Setoran per harinya berapa Mang “
Mang Karta    : “Seribu lima ratus rupiah, Pak“
Kemudian Pa Undang turut nimbrung dengan pertanyaanya.
Pa Undang      : “Maaf Mang, kalau pendapatan harian Mang Karta rata-rata berapa?”
Mang Karta    : “Ada dua ribu lima ratus rupiah, ada dua ribu rupiah, tapi juga pernah dapat seribu tiga ratus rupiah, Pak“
Pa Undang      : “Mang Karta ngayuh becaknya itu tiap hari?”
Mang Karta    : “Ya Pak, ba’da sholat subuh saya mulai ngayuh becak, pulang ba’da Isha, kecuali hari Jum’at saya libur“
Pa Jaja             : “Kenapa Mang nggak pinjam aja uang dari bank, atau perorangan untuk beli becak sendiri, nanti dicicil dari hasil setoran yang Mang Karta dapat setiap harinya”
Mang Karta    : “Maaf Pak, kalo itu saya ndak mau karena saya tidak mau terjebak dengan praktek yang bersifat ribawi, itu kan haram Pak, sambil Mang Karta membaca salah satu ayat tentang riba, yaitu :

وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS. Ar Rum : 39)

Pembicaraan kami berhenti, seiring dengan waktu sholat Isya tiba, kemudian Mang Karta, adzan. Selesai adzan sholat berjamaahpun dimulai, kebetulan jadwal imam waktu itu adalah Pa Jaja. Setelah selesai sholat Isha berjamaah, Mang Karta melanjutkan sholat sunat Rowatib ba’da Isha dua rakaat kemudian baru pulang sambil merogoh kantongnya serta memasukkan infaq ke kotak amal yang ada di Mesjid itu. Demikianlah perilaku Mang Karta setiap harinya, tanpa ada hari yang kelewat untuk shalat berjama’ah di Mesjid. Kegiatan khusus yang dilakukan oleh Mang Karta dalam kaitan beribadah tamarul masajid, adalah bersih-bersih di Masjid untuk persiapan shalat Jum’ah berjama’ah, sehingga Mesjid bertambah bersih dan wangi karena campur tangan Mang Karta.

Kegiatan ibadah yang istiqomah dari Mang Karta dibarengi dengan dalamnya pengetahuan agama, sehingga dia mampu di luar kepala menyampaikan ayat Al-Qur’an dengan fasih dan langsung berkenaan dengan pokok masalah yang dibicarakan itulah yang membuat kami terpanggil untuk berbuat sesuatu baginya, sehingga melalui salah satu sistem ekonomi syari’ah yang kami gagas saat itu, bagaimana caranya agar kami mampu mereposisi Mang Karta, dari penarik beca milik orang lain, untuk dapat menjadi penarik beca miliknya sendiri.

Rapat DKM pun digelar, melalui pertimbangan-pertimbangan syar’iyyah yang matang serta pertimbangan sosial dan ekonomi yang relevan dengan pemanfaat dana ZIS secara implementatif dalam mereposisi ummat untuk meningkatkan status sosial dan ekonominya, kami sepakat untuk mengeluarkan uang sebagai infaq bagi Mang Karta tersebut. Adapun pertimbangan yang menjadi dasar keputusan kami adalah :
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

إِنَّمَا الصَّدَقٰتُ    لِلْفُقَرَآءِ    وَالْمَسٰكِينِ    وَالْعٰمِلِينَ    عَلَيْهَا    وَالْمُؤَلَّفَةِ    قُلُوبُهُمْ    وَفِى    الرِّقَابِ    وَالْغٰرِمِينَ    وَفِى    سَبِيلِ    اللّٰـهِ    وَابْنِ    السَّبِيلِ    ۖ    فَرِيضَةً    مِّنَ    اللّٰـهِ    ۗ    وَاللّٰـهُ    عَلِيمٌ    حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 6)
  1. Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. mengutus Umar untuk menarik zakat. Lalu dikatakan bahwa Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas, paman Nabi saw. enggan mengeluarkan zakat. Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Penolakan Ibnu Jamil tidak lain hanyalah pengingkaran terhadap nikmat, dahulu ia melarat, lalu Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, maka kalianlah yang menganiaya Khalid. Dia telah mewakafkan baju besi dan peralatan perangnya pada jalan Allah. Sedangkan Abbas, maka zakatnya menjadi tanggunganku begitu pula zakat semisalnya. Kemudian beliau bersabda: Hai Umar, tidakkah engkau merasa bahwa paman seseorang itu mewakili ayahnya?.” (Shahih Muslim No.1634)
  1. Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Allah Taala berfirman: “Hai anak cucu Adam, berinfaklah kalian, maka Aku akan memberi ganti kepadamu. Rasulullah saw. bersabda: Anugerah Allah itu penuh dan deras. Ibnu Numair berkata: (Maksud dari) mal’aan adalah pemberian yang banyak dan mendatangkan keberkahan, tidak mungkin terkurangi oleh apapun di waktu malam dan siang”. (Shahih Muslim No.1658)
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ    ءَامَنُوا۟    اتَّقُوا۟    اللّٰـهَ    وَذَرُوا۟    مَا    بَقِىَ    مِنَ    الرِّبَوٰٓا۟    إِن    كُنتُم    مُّؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah: 278)

Maka terkumpullah uang sejumlah Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah), dengan niat li i’la’i kalimatillah dari segenap pengurus masjid. Adapun rincian infaq yang terkumpul saat itu adalah : 1. Kas Masjid Rp. 250.000,- 2. Sisanya sebesar Rp.950.000,- adalah infaq pribadi masing-masing segenap Pengurus DKM, jadi genaplah uang Infaq untuk Mang Karta seluruhnya berjumlah Rp. 1.200.000,-

Namun demikian, hasil keputusan kami para pengurus DKM sepakat memutuskan skenario yang kami lakukan agar surprise bagi Mang Karta sekeluarga, adalah :
  1. Mang Karta untuk sementara waktu tidak diberi tahu dulu bahwa akan dibelikan 1 (satu) unit becak dari uang infaq DKM Mesjid dan para pengurusnya;
  2. Infaq yang diberikan adalah berupa 1 (satu) unit becak, bukan berbentuk uang tunai;
  3. Hasil setoran harian sebesar Rp. 1.500,-/hari di setor ke Rekening Tabungan atas nama pribadi Mang Karta, pada Lembaga Baitul Maal Mesjid kami, yang untuk sementara waktu diinformasikan ke Mang Karta sebagai catatan setoran harian becaknya;
  4. Pemberitahuan bahwa senyatanya becak yang Mang Karta kayuh tiap hari adalah miliknya pribadi, kami sepakat pada saat uang tabungan pribadi Mang Karta sudah terkumpul setelah mencukupi untuk beli becak yang kedua, atau jumlahnya senilai Rp. 1.200.000,- tersebut.
Sejalan dengan perkembangan waktu, dalam jangka 2,5 tahun uang tabungan Mang Karta sudah terkumpul sebesar Rp. 1.200.000,-, maka sesuai dengan rencana semula bahwa acara penyerahan becak yang kedua kepada Mang Karta, akan dilakukan pada saat kami berbuka puasa Sunat Senin – Kamis bersama di Mesjid.

Tibalah saatnya tepatnya hari Senin, kami adakan acara berbuka puasa bersama yang dilanjutkan dengan acara pengajian rutin ba’da Isha, maka acara penyerahan beca yang ke-2 untuk Mang Karta dilaksanakan. Sebelum penyerahan becak yang ke- 2 tersebut, diinformasikan terlebih dahulu sambil kami minta maaf bahwa dulu untuk sementara waktu tidak berterus terang dengan skenario yang kami lakukan, demi menilai lebih lanjut bagaimana tingkat keistiqomahan Mang Karta dalam menjalani kehidupan dan beribadah kepada Allah Swt.

Sambil berlinang air mata yang dilanjutkan dengan sujud syukur, Mang Karta menerima becaknya yang kedua dengan senang hati, hingga sejak saat itu Mang Karta dapat direposisi dari “Tukang Becak“ menjadi “Pemilik Becak“.

Kami segenap pengurus Masjid sadar bahwa, sesuatu hal kecil jika dimulai untuk mengelola dana umat (zakat, infaq dan shodaqoh) melalui manajemen ekonomi syari’ah betapa dahsyatnya dampak positif yang akan diperoleh bagi kita semua umat Islam, minimal bermanfaat untuk lingkungannya sendiri.

Nashrun min Allahu wa fathun qorriib

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mereposisi Umat Melalui Implementasi Ekonomi Syariah"

Posting Komentar