"Risalah Bertetangga" Oleh Salman Alfarisi*

Kesibukan di luar rumah sering membuat seseorang tidak punya rasa peduli lagi terhadap tetangga. Kemajuan tehnologi komunikasi dan media sosial juga membuat orang lebih banyak menyapa yang jauh ketimbang tetangga sendiri. Sering pula mengundang orang lain untuk makan di rumah, sedang tetangga dilupakan. Bahkan suara yang mengusik pendengaran, kata-kata yang melukai perasaan, perilaku yang mengganggu pandangan,  bertahun-tahun telah mereka tahankan. Berapa banyak yang bergelut dalam kesibukan dan berakhir hayatnya dipangkuan tetangga yang selama ini ditinggalkan. Berapa banyak yang mengeluarkan kelebihan harta dan tenaga di luar sana namun tetangga hanya tempat bersandar di kala kesusahan. Semoga Allah SWT mengampuni kita atas segala kekurangan.   Allah SWT berfirman: “…dan berbuat baiklah kepada kedua ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (Q.S.  An-Nisa:36)  Sebagai makhluk lemah, manusia membutuhkan hubungan sosial dalam kerangka saling menolong di atas kebaikan. Allah SWT menyediakan tetangga di sekitar kita agar kehidupan kita indah, saling santun, berbagi dan mengisi. Berbagi keceriaan, meringankan beban dan memupuk kebersamaan dalam suka duka. Keharmonisan bertetangga memberikan kekuatan besar bagi setiap manusia dalam meraih sukses.  Ketika keluarga kita berada di tengah-tengah para tetangga yang harmonis dan saling menghargai tentu akan berdampak baik secara sosial dan ekonomi.  Adapun secara sosial, kepedulian terhadap tetangga merupakan sosial control yang membentengi masyarakat dari masuknya segala bentuk pengaruh buruk. Pengawasan bersama tersebut juga sebagai kunci bagi terciptanya pendidikan dan budaya positif. Secara otomatis hal tersebut dapat mempersempit perilaku yang membahayakan individu dan keluarga, seperti narkoba, aliran sesat, anarkisme, terorisme dan bahaya penyimpangan seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) yang semakin merisaukan.  Saling menghargai sesama tetangga menjadikan kita saling menjaga dan melindungi. Masing-masing merasa aman, nyaman dan tenteram. Semua tidak hanya berfikir tentang keselamatan pribadi semata. Jika masing-masing tidak suka membuat tetangganya terganggu keamanan dan kenyamannya, tentu masing-masing juga tidak akan rela jika gangguan itu datang dari luar lingkungannya.  Secara ekonomi, tetangga yang harmonis dan saling menghargai akan menciptakan jembatan penghubung antara yang mampu dan tidak mampu. Kelapangan dada untuk saling berbagi melahirkan semangat mencari yang lebih besar. Kedekatan dan keharmonisan bertetangga secara otomatis menjadi jembatan penghubung antara orang yang berada dalam kelapangan dengan orang yang berada dalam kesempitan. Para dermawan akan semakin yakin bahwa rezeki pasti datang melampaui kadar dari apa yang telah dikeluarkan. Segaris senyum tetangga yang lemah  menghasilkan energi besar bagi dermawan karena Allah selalu bersama para dermawan.  Tetangga harmonis dan saling menghargai akan meruntuhkan tembok kesenjangan sosial dan ekonomi. Semua punya semangat untuk berbagi lantaran setiap manusia di posisi apapun dia, pasti punya sesuatu untuk dibagi. Berbagi harta, solusi, kesempatan, peluang, tenaga, makanan, hingga kata-kata yang baik, sekurang-kurangnya senyum yang menyejukkan. Semua akan memberi dalam rangka menambah keceriaan, mengurangi penderitaan dan memperindah keharuan. Wajar jika Rasulullah saw bersabda:  “Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk berbuat baik terhadap tetangga sehingga aku mengira tetangga juga akan mendapatkan harta waris”. (H.R. Bukhori)  DEFINISI TETANGGA  Secara umum tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berada di sekitar tempat tinggal kita. Sebagaimana diisyaratkan dalam surat  an Nisa ayat 36 disebutkan kata al jaar (tetangga) ada dua kelompok:  Pertama: al jaar dzil qurbaa yang maksudnya tetangga yang tempat tinggalnya lebih dekat dengan tempat tinggal kita, memiliki kedekatan kekerabatan, pertemanan dan lain-lain.  Kedua : al jaarul junub. Al-junub menurut sebagian ulama difahami dari kata ajaanib atau orang yang masih dirasa asing. Berdasarkan pemahaman ini maka al jaarul junub maksudnya adalah tetangga yang tidak terlalu dekat tempat tinggalnya namun masih dikatagorikan tetangga, tidak pula memiliki kedekatan kekerabatan, pertemanan dan lain-lain. (al-Qurthubi dalam Jami’ul Ahkam)  Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga, dan tidak akan masuk surga bagi siapa yang takut dari tindak kejahatannya” (Mu’jam Al-Kabir, Thabrani)  Bahkan sebahagian ulama berpendapat bahwa seluruh penduduk kota tempat tinggal kita adalah tetangga, apalagi satu kecamatan atau kelurahan.   Siapakah Tetangga yang Harus Kita Dahulukan?  Semua berhak menerima perilaku baik dan kebaikan. Namun dalam konteks bertetangga, siapakah di antara mereka yang harus lebih dahulu menerima hak bertetangga tersebut?  Pertama: bertetangga dengan kedua orang tua.  Mereka adalah orang yang paling berhak untuk diutamakan sebelum yang lain. Ketika kedua orang tua juga sebagai tetangga, sudah barang tentu orang tua wajib diutamakan untuk mendapatkan hak-hak bertetangga sebelum yang lainnya.  Kedua: bertetangga dengan kerabat.  Pertalian darah dan hubungan kekerabatan sangat diperhatikan oleh Islam. Ketika kerabat juga merangkap sebagai tetangga, wajib mengutamakan mereka dalam hak-hak bertetangga setelah orang tua.  Ketiga: bertetangga dengan anak yatim dan orang miskin.  Setelah orang tua dan kerabat, bertetangga dengan kaum dhu’afa merupakan anugerah besar dari Allah SWT. Kita harus mengutamakan orang-orang lemah dalam bertetangga karena mereka sesungguhnya pembuka pintu rezeki bagi kita. Keberadaan mereka bersama kita juga dapat membentangkan jalan datangnya pertolongan Allah SWT.  Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah kalian ditolong (oleh Allah SWT) dan diberi rezeki melainkan melalu orang-orang lemah yang berada di sisi kalian” (HR. Bukhori).  Pada riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya ummat ini ditolong (oleh Allah SWT) hanya lantaran adanya orang-orang lemah mereka. Iaitu lantaran doa, sholat dan keikhlasan (orang-orang lemah tersebut)”. (HR. Nasa’i)  Rasulullah saw juga mengingatkan bahwa peduli terhadap tetangga yang tidak mampu merupakan syarat keimanan, sebagaimana sabda beliau:  “Tidaklah termasuk beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar dan dia mengetahui hal tersebut” (H.R.Thabrani dan Baihaqi).  Keempat: Tetangga yang pintu rumahnya paling dekat.  Suatu ketika Siti Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah saw: “Saya mempunyai dua tetangga, siapakah di antara keduanya yang berhak menerima hadiah dari saya?” Rasulullah saw menjawab:”Tetangga yang pintu rumahnya paling dekat denganmu”. (H.R. Bukhori)  “ketahuilah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga, dan tidak akan masuk surga bagi siapa yang takut dari tindak kejahatannya”. (Mu’jam Al-Kabir Thabrani)   Rasululah saw bahkan mengajarkan umatnya untuk terus melakukan kebaikan bahkan terhadap tetangga yang bukan muslim sekalipun. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw bahwa tetangga itu ada tiga macam:   Pertama: Tetangga yang hanya memiliki  satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga.   Kedua: Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam.   Ketiga: Tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga muslim memiliki hak kerabat; hak Islam dan hak tetangga. (Musnad Syamiyin oleh imam Thabrani)   Bentuk-Bentuk Kepedulian Terhadap Tetangga:  1. Membudayakan salam dan tegur sapa 2. Berbicara dengan kata-kata yang lembut 3. Berbasi-basi dengan kadar yang dibutuhkan 4. Membudayakan silaturahim dan menanyakan keadaan 5. Memenuhi undangan tetangga 6. Mencegah segala bentuk gangguan terhadap tetangga 7. Bersabar atas kesulitan yang berasal dari tetangga 8. Menyembunyikan aib dan menjaga marwah tetangga 9. Membagikan makanan 10. Mengundang makan bersama di rumah 11. Memberi hadiah 12. Turut serta dengan sikap dan perkataan dalam suka dan duka 13. Membudayakan sikap kasih sayang kepada anak-anak tetangga 14. Membantu ketika tetangga ditimpa musibah atau ketika menyelenggarakan hajatan 15. Mengajak mereka bersama-sama menghadiri undangan atau majelis ta’lim 16. Menciptakan keharmonisan dengan ikut-serta dalam kegiatan-kegiatan bersama  Wa Allahu A’lam.
PKSMEDAN.com - Kesibukan di luar rumah sering membuat seseorang tidak punya rasa peduli lagi terhadap tetangga. Kemajuan tehnologi komunikasi dan media sosial juga membuat orang lebih banyak menyapa yang jauh ketimbang tetangga sendiri. 

Sering pula mengundang orang lain untuk makan di rumah, sedang tetangga dilupakan. Bahkan suara yang mengusik pendengaran, kata-kata yang melukai perasaan, perilaku yang mengganggu pandangan,  bertahun-tahun telah mereka tahankan. 

Berapa banyak yang bergelut dalam kesibukan dan berakhir hayatnya dipangkuan tetangga yang selama ini ditinggalkan. Berapa banyak yang mengeluarkan kelebihan harta dan tenaga di luar sana namun tetangga hanya tempat bersandar di kala kesusahan. Semoga Allah SWT mengampuni kita atas segala kekurangan.

Allah SWT berfirman:
“…dan berbuat baiklah kepada kedua ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (Q.S.  An-Nisa:36)

Sebagai makhluk lemah, manusia membutuhkan hubungan sosial dalam kerangka saling menolong di atas kebaikan. Allah SWT menyediakan tetangga di sekitar kita agar kehidupan kita indah, saling santun, berbagi dan mengisi. 

Berbagi keceriaan, meringankan beban dan memupuk kebersamaan dalam suka duka. Keharmonisan bertetangga memberikan kekuatan besar bagi setiap manusia dalam meraih sukses.  Ketika keluarga kita berada di tengah-tengah para tetangga yang harmonis dan saling menghargai tentu akan berdampak baik secara sosial dan ekonomi.

Adapun secara sosial, kepedulian terhadap tetangga merupakan sosial control yang membentengi masyarakat dari masuknya segala bentuk pengaruh buruk. Pengawasan bersama tersebut juga sebagai kunci bagi terciptanya pendidikan dan budaya positif. 

Secara otomatis hal tersebut dapat mempersempit perilaku yang membahayakan individu dan keluarga, seperti narkoba, aliran sesat, anarkisme, terorisme dan bahaya penyimpangan seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) yang semakin merisaukan.

Saling menghargai sesama tetangga menjadikan kita saling menjaga dan melindungi. Masing-masing merasa aman, nyaman dan tenteram. Semua tidak hanya berfikir tentang keselamatan pribadi semata. Jika masing-masing tidak suka membuat tetangganya terganggu keamanan dan kenyamannya, tentu masing-masing juga tidak akan rela jika gangguan itu datang dari luar lingkungannya.

Secara ekonomi, tetangga yang harmonis dan saling menghargai akan menciptakan jembatan penghubung antara yang mampu dan tidak mampu. Kelapangan dada untuk saling berbagi melahirkan semangat mencari yang lebih besar. 

Kedekatan dan keharmonisan bertetangga secara otomatis menjadi jembatan penghubung antara orang yang berada dalam kelapangan dengan orang yang berada dalam kesempitan. Para dermawan akan semakin yakin bahwa rezeki pasti datang melampaui kadar dari apa yang telah dikeluarkan. Segaris senyum tetangga yang lemah  menghasilkan energi besar bagi dermawan karena Allah selalu bersama para dermawan.

Tetangga harmonis dan saling menghargai akan meruntuhkan tembok kesenjangan sosial dan ekonomi. Semua punya semangat untuk berbagi lantaran setiap manusia di posisi apapun dia, pasti punya sesuatu untuk dibagi. 

Berbagi harta, solusi, kesempatan, peluang, tenaga, makanan, hingga kata-kata yang baik, sekurang-kurangnya senyum yang menyejukkan. Semua akan memberi dalam rangka menambah keceriaan, mengurangi penderitaan dan memperindah keharuan. Wajar jika Rasulullah saw bersabda:

“Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk berbuat baik terhadap tetangga sehingga aku mengira tetangga juga akan mendapatkan harta waris”. (H.R. Bukhori)


DEFINISI TETANGGA

Secara umum tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berada di sekitar tempat tinggal kita. Sebagaimana diisyaratkan dalam surat  an Nisa ayat 36 disebutkan kata al jaar (tetangga) ada dua kelompok:

Pertama: al jaar dzil qurbaa yang maksudnya tetangga yang tempat tinggalnya lebih dekat dengan tempat tinggal kita, memiliki kedekatan kekerabatan, pertemanan dan lain-lain.

Kedua : al jaarul junub. Al-junub menurut sebagian ulama difahami dari kata ajaanib atau orang yang masih dirasa asing. Berdasarkan pemahaman ini maka al jaarul junub maksudnya adalah tetangga yang tidak terlalu dekat tempat tinggalnya namun masih dikatagorikan tetangga, tidak pula memiliki kedekatan kekerabatan, pertemanan dan lain-lain. (al-Qurthubi dalam Jami’ul Ahkam)

Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga, dan tidak akan masuk surga bagi siapa yang takut dari tindak kejahatannya” (Mu’jam Al-Kabir, Thabrani)

Bahkan sebahagian ulama berpendapat bahwa seluruh penduduk kota tempat tinggal kita adalah tetangga, apalagi satu kecamatan atau kelurahan.

Siapakah Tetangga yang Harus Kita Dahulukan?

Semua berhak menerima perilaku baik dan kebaikan. Namun dalam konteks bertetangga, siapakah di antara mereka yang harus lebih dahulu menerima hak bertetangga tersebut?

Pertama: bertetangga dengan kedua orang tua.

Mereka adalah orang yang paling berhak untuk diutamakan sebelum yang lain. Ketika kedua orang tua juga sebagai tetangga, sudah barang tentu orang tua wajib diutamakan untuk mendapatkan hak-hak bertetangga sebelum yang lainnya.

Kedua: bertetangga dengan kerabat.

Pertalian darah dan hubungan kekerabatan sangat diperhatikan oleh Islam. Ketika kerabat juga merangkap sebagai tetangga, wajib mengutamakan mereka dalam hak-hak bertetangga setelah orang tua.

Ketiga: bertetangga dengan anak yatim dan orang miskin.

Setelah orang tua dan kerabat, bertetangga dengan kaum dhu’afa merupakan anugerah besar dari Allah SWT. Kita harus mengutamakan orang-orang lemah dalam bertetangga karena mereka sesungguhnya pembuka pintu rezeki bagi kita. Keberadaan mereka bersama kita juga dapat membentangkan jalan datangnya pertolongan Allah SWT.

Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah kalian ditolong (oleh Allah SWT) dan diberi rezeki melainkan melalu orang-orang lemah yang berada di sisi kalian” (HR. Bukhori).

Pada riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya ummat ini ditolong (oleh Allah SWT) hanya lantaran adanya orang-orang lemah mereka. Iaitu lantaran doa, sholat dan keikhlasan (orang-orang lemah tersebut)”. (HR. Nasa’i)

Rasulullah saw juga mengingatkan bahwa peduli terhadap tetangga yang tidak mampu merupakan syarat keimanan, sebagaimana sabda beliau:  “Tidaklah termasuk beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar dan dia mengetahui hal tersebut” (H.R.Thabrani dan Baihaqi).

Keempat: Tetangga yang pintu rumahnya paling dekat.

Suatu ketika Siti Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah saw: “Saya mempunyai dua tetangga, siapakah di antara keduanya yang berhak menerima hadiah dari saya?” Rasulullah saw menjawab:”Tetangga yang pintu rumahnya paling dekat denganmu”. (H.R. Bukhori)

“ketahuilah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga, dan tidak akan masuk surga bagi siapa yang takut dari tindak kejahatannya”. (Mu’jam Al-Kabir Thabrani)

Rasululah saw bahkan mengajarkan umatnya untuk terus melakukan kebaikan bahkan terhadap tetangga yang bukan muslim sekalipun. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw bahwa tetangga itu ada tiga macam:

Pertama: Tetangga yang hanya memiliki  satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga.

Kedua: Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam.

Ketiga: Tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga muslim memiliki hak kerabat; hak Islam dan hak tetangga. (Musnad Syamiyin oleh imam Thabrani)

Bentuk-Bentuk Kepedulian Terhadap Tetangga:

1.    Membudayakan salam dan tegur sapa
2.    Berbicara dengan kata-kata yang lembut
3.    Berbasi-basi dengan kadar yang dibutuhkan
4.    Membudayakan silaturahim dan menanyakan keadaan
5.    Memenuhi undangan tetangga
6.    Mencegah segala bentuk gangguan terhadap tetangga
7.    Bersabar atas kesulitan yang berasal dari tetangga
8.    Menyembunyikan aib dan menjaga marwah tetangga
9.    Membagikan makanan
10.    Mengundang makan bersama di rumah
11.    Memberi hadiah
12.    Turut serta dengan sikap dan perkataan dalam suka dan duka
13.    Membudayakan sikap kasih sayang kepada anak-anak tetangga
14.    Membantu ketika tetangga ditimpa musibah atau ketika menyelenggarakan hajatan
15.    Mengajak mereka bersama-sama menghadiri undangan atau majelis ta’lim
16.    Menciptakan keharmonisan dengan ikut-serta dalam kegiatan-kegiatan bersama

Wa Allahu A’lam.


* Ketua DPD PKS Kota Medan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to ""Risalah Bertetangga" Oleh Salman Alfarisi*"

Posting Komentar